Saat
itu adalah hari sabtu awal bulan desember, hari ini adalah hari ke-4
kalinya aku mengunjungi desa Girpasang. Berawal dari ketertarikanku
saat mendengar cerita dari teman-temanku di Laskar Jurnalis Merapi
(Lajur Merapi) mengenai desa tersebut. Dan aku akan berbagi cerita tentang perjalananku ke desa Girpasang.
Awal
kedatanganku, aku datang bersama teman-teman lajur merapi yaitu Mas
Rudi, Mas Arya, mbak Rini ,dan satu lagi adalah mas Pram yang
merekomendasikan kami untuk mendatangi desa tersebut. Untuk menuju
desa Girpasang bukanlah hal yang mudah untuk kami lewati. Jalan yang
berlubang dan truk bermuatan yang memadati jalan di wilayah sungai
Gendol membuat kami harus lebih berhati-hati dan bersabar, belum lagi
kami harus menyeberangi kali Woro yaitu terletak di tenggara gunung
Merapi yang sering dilewati lahar dingin. Kami harus ekstra hati-hati
untuk melewati kali tersebut karena tidak ada jembatan dan jalan yang
terputus sehingga kami harus menuruni kali woro menyusuri jalan yang
hanya bisa dilalui kendaraan roda dua. Sesampainya di dasar kali woro
kami masih harus pelan-pelan menyusuri jalan setapak karena gundukan
pasir dan bebatuan yang berada di kali Woro bisa membahayakan
keselamatan kami. Setelah melewati kali woro kami langsung meneruskan
perjalanan melewati Taman Nasional Deles Indah hingga kami berhenti
disebuah rumah di daerah Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang, Klaten,
Ketika itu saya pikir kami sudah sampai di desa Girpasang. Ternyata
disana kami hanya menitipkan sepeda motor di salah satu rumah warga
karena untuk menuju desa Girpasang tidak ada akses untuk kendaraan.
Untuk menuju desa tersebut kami harus berjalan melewati jurang
menyusuri jalan setapak yang berliku yang menambah keindahan desa
tersebut. Di sela perjalanan kami berpapasan dengan beberapa ibu-ibu
yang memikul rumput yang di taruh di atas kepalanya. “Sungguh
wanita yang hebat..!!!” untuk berjalan menuju Girpasang mungkin
dibutuhkan waktu 15-20 menit bagi mereka. Tapi tentu tidak bagi kami,
kami menghabiskan waktu lebih dari itu karena kami harus sering
beristirahat dan terlalu sering mengabadikan moment tersebut dengan
kamera foto. Sesampai di Girpasang keringat yang bercucuran membasahi
baju kami, Dan ternyata benar apa mereka ceritakan, hal ini
benar-benar di luar dugaanku sebelumnya. Pemandangan yang begitu
mengagumkan, suasana yang begitu tenang dan membawa kedamaian cukup
untuk menghilangkan rasa capek setelah melewati jurang. Desa Gir
Pasang terletak di kelurahan Tegalmulyo, kecamatan Kemalang,
kabupaten Klaten dan kurang lebih 4 km dari puncak merapi. Desa ini
diapit oleh dua jurang yang dalam, Kondisi Geografis yang seperti ini
menjadikan Dusun GirPasang cukup terisolasi. Sesampainya disana
kami langsung disambut dengan keramahan penduduk setempat. Kami
langsung menuju salah satu rumah yaitu rumah milik sesepuh desa sebut
saja Mbah Padmo, namun sayang saat itu kami tidak bertemu dengan
beliau, kami hanya bertemu dengan anak perempuan mbah Padmo yaitu
mbak Parti dan cucu dari mbah padmo yang berumur 3 tahun yang sangat
menggemaskan bernama Panji. Niat awal kedatangan kami adalah hanya
sekedar untuk bersilaturahmi dan menanyakan beberapa hal yang terkait
dengan desa Girpasang kepada Mbak Parmi, beruntung kami saat itu
bersama mas Pram karena hanya dia yang lancar berbahasa jawa “kromo
alus”. Disana hanya terdapat 32 penduduk terdiri dari 10 kepala
keluarga dan 7 Rumah. Desa GirPasang diapit oleh dua jurang, pantas
saja desa tersebut diberi nama Gir pasang, berawal dari nama Gligir
Pasang, Gligir yang berarti pinggiran/ pinggir jurang dan Pasang yang
berati sepasang jadi Gir Pasang adalah desa yag terletak
ditengah-tengah jurang yang sepasang. Disana juga terdapat beberapa
hal yang unik. Disana tidak ada makanan instan seperti mie instan,
makanan ringan maupun biskuit dan sebagainya seperti yang kami bawa
saat itu. Sebenarnya kami ingin berbagi dengan anak-anak kecil
disana, namun hal itu dilarang karena apabila kita memberikan makanan
instan, hal itu akan menjadi kebiasaan bagi mereka, dan ketika
anak-anak ingin menginginkan makanan itu lagi, tentunya hal itu akan
menyusahkan kedua orang tua mereka, karena jauh dari warung.
Karena
waktu sudah sore, kami segera undur diri dan berpamitan kepada mbak
Parti untuk meneruskan perjalanan pulang. Beruntung baterai kamera
masih tersisa, sehingga kami tak menyia-nyiakan sedikitpun kesempatan
untuk mengabadikan pengalaman kami dengan berfoto-foto di Gir Pasang.
Hari itu adalah kesempatan dan pengalaman yang pertama kali bagiku
untuk mengunjungi desa Gir Pasang ,yang tentunya memberikan sejuta
kenangan yang tak akan terlupakan.
Semenjak
kedatanganku pertama kali di Gir Pasang aku sedikit berbagi cerita
dengan keluargaku, tak terkecuali teman-teman kampusku. Hingga pada
akhirnya ketika dikampus Ibu Mami Hajaroh seorang dosen yang mengampu
mata kuliah Dasar-dasar penelitian memberikan tugas kepada kami
mengenai RRA ( Rapid Rural Appraisal). RRA sendiri berarti kegiatan
mempelajari keadaan pedesaan secara berulang, intensif, eksporatif
dan cepat yang dilakukan oleh kelompok kecil antar-disiplin, yang
menggunakan sejumlah metode, alat, tekhnik yang dipilh secara khusus,
“yah intinya seperti itulah memang agak ribet juga”. Waktu itu
aku sekelompok dengan Rini, Dewi, Pipit, dan Ismi. Ada beberapa
tempat yang akan menjadi tujuan RRA kami antara lain rekomendasi dari
mbk Dewi didaerah Ketep di Magelang, usulan dari Rini adalah Shelter
daerah Cangkringan, Sleman dan yang terakhir adalah Gir Pasang,
akhirnya melalui beberapa pertimbangan Gir Pasang menjadi tujuan RRA
kami.
Untuk
melakukan penelitian di Gir pasang kami membutuhkan waktu 2 hari,
hari pertama aku meminta bantuan kepada mas Arya dan Mbak Rini untuk
mengantarkan Kami menuju Gir Pasang. Kami melewati jalur selatan atau
lewat daerah Manisrenggo, Klaten meskipun lebih jauh namun apa boleh
buat karena mengingat sebagian besar dari kami adalah perempuan dan
aku tidak akan mengulangi kejadian terpeleset untuk yang kedua
kalinya ketika di kali woro. Sesampai disana apa yang teman-teman ku
katakan ternyata gag jauh beda dengan apa yang aku katakan ketika
pertama kalinya aku ke Gir Pasang. Saat itu hanya satu dari temanku
yang membawa kamera dan “Surprissse sekali “ baterai kamera
melemah. Meskipun dengan baterai yang seadanya kami tetap foto-foto
beruntung ada mas Arya juru cameramen Lajur Merapi yang berbaik hati
dan bersedia memfotokan kami. Sesampai di Gir Pasang kami langsung
menuju rumah mbah Padmo namun sayang kami tak bertemu dengan beliau
kami hanya bertemu dengan mbak Parti dan tentu saja dengan panji,
ponakan mbak Parti. Panji terlihat senang ketika kami datang mungkin
karena banyak teman, dia termasuk anak yang berani tanpa rasa malu
dia langsung mendekati kami dan mengajak kami bermain.Bersama mbak
Parti dan Pak RT ada banyak hal yang kami tanyakan mengenai Gir
pasang antara lain tentang pendidikan, agama, sosial ekonomi, budaya
dan lain-lain. Selain ramah warga desa Gir Pasang juga terlihat
sangat terbuka. Sungguh menakjubkan ditengah hingar-bingar arus
globalisasi dan modernitas saat ini, warga Gir pasang justru lebih
memeilih untuk bertahan dengan kemurnian, keserdehanaan dan
keasliaan.
Banyak
Hal yang kami dapatkan dengan tugas penelitian RRA kali, kami lebih
bisa bersyukur atas apa yang telah Dia berikan kepada kami,
setidaknya kami lebih beruntung dari mereka...yaah pengalaman kami
kali ini merupakan pengalaman yang tak akan terlupakan, banyak
pelajaran dan nilai-nilai kehidupan yang kami dapatkan melalui
penelitian ini.
Saat
itu adalah hari ke empat aku mengunjungi desa Girpasang. Aku bersama
teman-teman dari karang taruna, Lajur merapi dan teman-teman dari RYM
(REVIVE YOUTH MOVEMENT) FOR HUMANITY yaitu mas Vey dan mas Yusuf.
Tujuan kami datang ke Gir pasang adalah ingin membantu RYM untuk
membangun sebuah perpustakaan disana. Kali ini kami membawa beberapa
buku bacaan dan alat tulis. Tapi sayang sesampai disana tak ada
satupun anak kecil yang kami temui karena pada saat itu bukan hari
libur padahal kami ingin belajar dan bermain bersama mereka. Meski
sedikit kecewa karena tidak bertemu dengan anak-anak tapi tak apalah
karena kami masih bisa bertemu mbah Padmo untuk menyerahkan sedikit
bantuan yang tak sebanding dengan apa yang pernah kami dapatkan dari
mereka.
Tak
terasa waktu berjalan begitu cepat, jarum jam sudah menunjukkan pukul
16:30wib. Kamipun segera berpamitan kepada mbah padmo, mbah padmo
sendiri berharap kami bisa menginap disana, tawaran yang sangat
menyenangkan, namun apa boleh buat kami tidak membawa perlengkapan
apapun, kami juga belum minta izin pada orang tua kami, kami berjanji
suatu saat nanti kami akan menyempatkan waktu untuk menginap disana,
dan sepertinya mbah padmo setuju akan hal itu, Kesimpulannya,
perjalanan kali ini sangat sangat mengesankan. terima kasih Gir
Pasang engkau memberikan pelajaran bagi kami tentang apa itu hidup,
pengorbanan dan perjuangan. (NOV/LJ) (EDITOR=RD/LJ)
0 komentar:
Posting Komentar
Saran dan kritik merupakan dorongan bagi kami untuk selalu berupaya ada. Silahkan berkomentar, jangan lupa kasih nama dan alamat, hanya yang meninggalkan identitaslah kami akan merespon.