Ilustrasi. Foto: BDY-LJ |
Senja hampir datang, ketika aku berdiri bersandar pada tembok putih yang di sebelahnya ada jendela berjeruji besi. Di sini, di dalam ruang yang cukup luas tempat istirahat kami semua , para penghuni tempat menyebalkan ini.
Sudah beratus kali, mungkin beribu kali, (aku tak begitu ingat}. Selalu saja aku terpekur di depan jendela ini, pikiranku berkeliaran ke halaman depan yang dihiasi taman-taman kecil. Visi-visi berloncatan dalam otakku : masa lalu, masa kini, dan masa esok keluar masuk berganti-ganti mengisi mata dalam hitungan detik, kadang menit
Gambaran tentangmu berhenti sedikit lama di sini. Kadang-kadang sesuatu yang kuinginkan menggebu, menjadi seperti pedang terhunus yang tiba-tiba menyerang dan merajang-rajang tubuhku sampai tercacah-cacah. Seperti ketika aku menginginkanmu dengan perasaan sederhana, dan reaksimu ternyata berupa kenyataan-kenyataan rumit. sulit. dan berbelit-belit.
Astaga !! Tiba-tiba wajah mungilmu nongol di ambang jendela berjeruji mencibirku dan tersenyum mengejek .
Astaga !! Tiba-tiba wajah mungilmu nongol di ambang jendela berjeruji mencibirku dan tersenyum mengejek .
Dan aku selalu saja terpancing menanyakan hal yang sama seperti kemarin,
“Apakah hanya karena menurutmu aku Murtad, lalu aku tak boleh mencintaimu. menikahimu. Menyetubuhimu, dan mengharap anak dari rahimmu ?”
Kamu tetap diam dan masih tersenyum menyimpan sesuatu yang ganjil . (Sungguh menyebalkan perempuan ini) .
“Mengapa?”, aku bertanya lagi dengan heran. Kamu diam cukup lama, sampai aku bosan menunggu jawabanmu. Kuputuskan bertanya lagi padamu dengan hati-hati,
“Apa sih maunya Tuhan-mu dengan membuat manusia dan dilengkapi-Nya dengan segenap perasaan cinta kasih sempurna ?
Lalu kemudian Dia membuat aturan-aturan agama yang membelenggu, membatasi, bahkan seringkali mematikan cinta suci sepasang manusia dan lalu mengubahnya menjadi dendam kesumat, putus asa, kegilaan, tindakan bunuh diri, dan kekonyolan yang menyedihkan lainnya”.
“Tapi siapa yang bisa disalahkan ?”.
“Masak sih kita mau menyalahkan Tuhan”.
“Siapa yang ….. ? ”
“ Lho, kamu kemana ,Tala ?”
Tiba-tiba wajah mungil manis tadi sudah lenyap dari depan jendela berjeruji, menghilang di balik tembok. Tapi entah kenapa hari ini aku sedang malas untuk mengejarnya . Biarlah.
Aku mulai berpikir lagi. Jangan-jangan Tuhan sama sekali nggak pernah membuat aturan-aturan itu. Jangan-jangan itu hanya ulah dan polah, perilaku kolektif dari Sekelompok Oknum nenek moyang kita yang super iseng. Mungkin, mereka bersekongkol, merencanakan, merumuskan, lalu bersiasat membuat norma-norma, aturan-aturan, hukum, ajaran-ajaran, dan silit mbirut juga e’ek kucing lainnya untuk mempersulit dan mengacaukan kehidupan spiritual anak cucunya di kemudian hari. ASU TenaN !!!.
Terkutuklah Sekelompok Oknum Nenek Moyang dengan segala jebakannya. Kenapa aku harus jadi salah satu korban nich, Nek !
Aku dituduh calon pacarku sebagai “si Murtad”, walaupun yang sebenarnya aku sangat mencintai Tuhan, dan juga mencintaimu Tala, walaupun kamu yang pertama kali memanggilku dengan nama “Escariot” . Lalu aku kau sebut murtad karena tak mau lagi mengikuti ibadah-ibadah yang kau ajarkan padaku. Maaf, ibadahku beda, ibadahku adalah dialog-dialog yang tersembunyi sunyi di hati . Ibadahku adalah persetubuhan dengan Tuhan tanpa aturan, tanpa paksaan, dan tanpa kau harus tahu.Tala. Sekali lagi Maaf. Dan aku, yang diam-diam adalah pemuja Tuhan sungguh membenci Sekelompok Oknum Nenek Moyang kita yang licik, karena merekalah yang telah menyesatkan, melawan dan memperolok Tuhan lewat aturan-aturan mereka yang diwariskan pada kita. Hingga kita : Aku dan Kau, Tala, tak bisa bersatu. Kawin, beranak pinak, bercucu-cicit, ……,(karena kau anggap Tuhan kita beda). Memang. Sekelompok Oknum Nenek Moyang memang biadab, mengajarkan hal-hal membingungkan yang mengaburkan keberadaan Tuhan di hati kita.
Aku dituduh calon pacarku sebagai “si Murtad”, walaupun yang sebenarnya aku sangat mencintai Tuhan, dan juga mencintaimu Tala, walaupun kamu yang pertama kali memanggilku dengan nama “Escariot” . Lalu aku kau sebut murtad karena tak mau lagi mengikuti ibadah-ibadah yang kau ajarkan padaku. Maaf, ibadahku beda, ibadahku adalah dialog-dialog yang tersembunyi sunyi di hati . Ibadahku adalah persetubuhan dengan Tuhan tanpa aturan, tanpa paksaan, dan tanpa kau harus tahu.Tala. Sekali lagi Maaf. Dan aku, yang diam-diam adalah pemuja Tuhan sungguh membenci Sekelompok Oknum Nenek Moyang kita yang licik, karena merekalah yang telah menyesatkan, melawan dan memperolok Tuhan lewat aturan-aturan mereka yang diwariskan pada kita. Hingga kita : Aku dan Kau, Tala, tak bisa bersatu. Kawin, beranak pinak, bercucu-cicit, ……,(karena kau anggap Tuhan kita beda). Memang. Sekelompok Oknum Nenek Moyang memang biadab, mengajarkan hal-hal membingungkan yang mengaburkan keberadaan Tuhan di hati kita.
Mungkin, sekarang mereka di akherat sedang bersenang-senang dan tertawa terbahak-bahak. berpesta pora. Melihat kekacauan akibat ulah mereka yang berhasil membodohi kita. HUH !!!!! Dasar Sekelompok Oknum Nenek Moyang !!! Kalian sungguh nakal dan ugal-ugalan mempermainkan kami, Nek Moy !. Lihatlah aku jadi disangka murtad oleh si calon pacarku !. Sialan.
Beberapa tahun yang lalu …., Waktu aku masih di SMP, atau mungkin di SMA , aku pernah membenci Ilmuwan yang menemukan "teori pembiasan cahaya", karena fantasiku tentang pelangi dan bidadari-bidadari yang turun dari langit untuk mandi di telaga, jadi rusak semua .
Beberapa tahun yang lalu …., Waktu aku masih di SMP, atau mungkin di SMA , aku pernah membenci Ilmuwan yang menemukan "teori pembiasan cahaya", karena fantasiku tentang pelangi dan bidadari-bidadari yang turun dari langit untuk mandi di telaga, jadi rusak semua .
Memang, waktu aku masih kecil, bapak sering bercerita tentang sebuah dongeng. Konon, ketika hujan turun tidak deras, hanya gerimis rintik-rintik, dan matahari tetap bersinar terang, Itu adalah pertanda bahwa para bidadari di khayangan sedang gerah dan bersiap-siap untuk mandi. Kata bapak mereka cantik semua. Mereka turun dari langit meluncur lewat pelangi dan mencari telaga tersembunyi di muka bumi. Lalu mandi beramai-ramai. Telanjang bulat. Aku percaya dongeng itu. Sangat percaya . Aku juga sempat bercita-cita menangkap salah satu dari mereka, lalu kuperistri, seperti Joko Tarub yang pernah berhasil mengawini salah seorang… eh seekor… eh…sebu..(maaf, aku tak tahu mereka termasuk species apa, manusia, hewan atau jin, aku tak begitu tahu dan tak bisa mendefinisikannya). Yang pasti aku pingin kawin dengan salah satu dari mereka. Mungkin seperti halnya saat ini, ketika aku benar-benar pingin mengawinimu, Tala.
Kemudian setelah aku agak besar. Aku tak ingat pastinya kapan, SMP atau SMA, yang jelas aku sudah melewati mimpi basah pertamaku. Saat itu pelajaran IPA, Bu Nur yang cantik menerangkan tentang teori pembiasan cahaya . Selama pelajaran aku hanya membisu, dan menangis diam-diam. Pilu .
Sejak hari itu, mimpiku untuk mengawini bidadari punah sudah, sedih. Benci. Tapi, untuk membenci Bu Nur aku tak berani, karena beliau terlalu cantik untuk dibenci. Akhirnya kuputuskan untuk membenci: ilmuwan-ilmuwan, teori-teori IPA, pengarang buku, penerbit, percetakan, langit, bumi, hujan, dll. dll., asalkan jangan Bu Nur.
Tapi sekarang, aku hanya mencintaimu , Tala. SANGAT, karena aku sungguh percaya kalau kau adalah salah satu bidadari yang tertinggal di wajah bumi ketika mandi , matamu bening indah tapi menyimpan duka juga kesepian yang dalam . Kau tersesat dan asing di sini. Aku ingin menjaga dan merawatmu, sampai-sampai ku takberani menyentuh kulitmu, takut menggoresnya . Juga takut kalau-kalau nanti kulitmu cacat dan kau berubah menjadi monster lalu jadi mengerikan seperti mutant. Aku akan selalu merawatmu karena kau adalah bidadari yang ingin kukawini . Karena kuyakin kau dikirim kesini hanya untuk menjadi istri : buatku.
TANG…TANG…TANG!!!
Tiba-tiba bel tanda makan malam berdentang lantang. Menyogok kuping. Mengagetkanku. Semua lamunanku tadi buyar dan membuatku panik. Dan aku tiba-tiba merasa sangat kehilanganmu, Tala. Kucari kau , di seluruh penjuru kamar. Di dalam lemari, di bawah meja, di sela-sela tiap selangkangan para penghuni ruangan, di antara tumpukan buku-buku usang, di antara debu-debu beterbangan yang menempel di sandal-sandal jepit tak bertuan. Nihil. Aku sedih , dan mulai menangis. Berlari kesana kemari. Aku jadi jengkel dan marah, dan kebencianku pada apapun dan siapapun naik ke ubun-ubun. Kujotos orang yang duduk diam melongo di depanku, lalu kutendang. Kuhajar. Kugigit hidungnya sampai berdarah-darah. Aku mengamuk hebat.
Seisi ruangan jadi kacau. Orang-orang menjerit-jerit. Ada yang takut. Tapi , ada juga yang tertawa-tawa dan bertepuk tangan gembira. Tiba-tiba dua orang petugas berpakaian putih-putih menjegalku. Aku meronta. Melawan, tapi suntikan keburu nancap di pantatku.
Seisi ruangan jadi kacau. Orang-orang menjerit-jerit. Ada yang takut. Tapi , ada juga yang tertawa-tawa dan bertepuk tangan gembira. Tiba-tiba dua orang petugas berpakaian putih-putih menjegalku. Aku meronta. Melawan, tapi suntikan keburu nancap di pantatku.
Aku berteriak-teriak.
“Tuhan, tolong aku !!!, please jangan budek”
“Tala, aku mencintaimu!!!”
“Bapaaaaaaaaaaaaaaaaak, Huaaaaaaaaaa, huaaaaaaa!!!!!!!!!”
Mataku mengabur, setengah sadar. Lalu tubuhku yang lemas diseret ke ruang isolasi. Gelap dan pengap.
Padahal sudah sering kujelaskan kepada mereka. Aku tidak gila. Hanya kadang-kadang saja, aku kepingin sedikit mengamuk dan memukuli ilmuwan-ilmuwan, nenek moyang. Membunuh aturan-aturan, norma-norma busuk, buku-buku, meja, kursi, piring dan nasi serta lauk pauk ransum makan malam kalian semua. Aku pengin menghajar roti-roti yang memberi kesempatan cacing-cacing menjadi gemuk di perut para oom-oom gendut dan kaya. Padahal aku cuma…………..sedikit…….hik.
Padahal sudah sering kujelaskan kepada mereka. Aku tidak gila. Hanya kadang-kadang saja, aku kepingin sedikit mengamuk dan memukuli ilmuwan-ilmuwan, nenek moyang. Membunuh aturan-aturan, norma-norma busuk, buku-buku, meja, kursi, piring dan nasi serta lauk pauk ransum makan malam kalian semua. Aku pengin menghajar roti-roti yang memberi kesempatan cacing-cacing menjadi gemuk di perut para oom-oom gendut dan kaya. Padahal aku cuma…………..sedikit…….hik.
“Tapi mereka kok tetap menyuntikku, ya?”
“Ya dech, Aku mengaku kalah, dan terpaksa menyerah”.
Dan inilah aku, hanya seorang lelaki yang pernah bercita-cita mengawini bidadari. Aku hanyalah si Murtad yang sangat mencintai Tuhan, juga mencintaimu utuh, Tala. Walaupun kau tetap memanggilku : Murtad dan Gila.
Kemudian sinar terang di mataku meredup, lalu perlahan-lahan padam.
Kiriman: Vey
Editor: EM-LJ-Aspirasi
0 komentar:
Posting Komentar
Saran dan kritik merupakan dorongan bagi kami untuk selalu berupaya ada. Silahkan berkomentar, jangan lupa kasih nama dan alamat, hanya yang meninggalkan identitaslah kami akan merespon.