Sabtu, 12 Januari 2013

Belajar Di Girpasang

Saat itu adalah hari sabtu awal bulan desember, hari ini adalah hari ke-4 kalinya aku mengunjungi desa Girpasang. Berawal dari ketertarikanku saat mendengar cerita dari teman-temanku di Laskar Jurnalis Merapi (Lajur Merapi) mengenai desa tersebut. Dan aku akan berbagi cerita tentang perjalananku ke desa Girpasang.

Awal kedatanganku, aku datang bersama teman-teman lajur merapi yaitu Mas Rudi, Mas Arya, mbak Rini ,dan satu lagi adalah mas Pram yang merekomendasikan kami untuk mendatangi desa tersebut. Untuk menuju desa Girpasang bukanlah hal yang mudah untuk kami lewati. Jalan yang berlubang dan truk bermuatan yang memadati jalan di wilayah sungai Gendol membuat kami harus lebih berhati-hati dan bersabar, belum lagi kami harus menyeberangi kali Woro yaitu terletak di tenggara gunung Merapi yang sering dilewati lahar dingin. Kami harus ekstra hati-hati untuk melewati kali tersebut karena tidak ada jembatan dan jalan yang terputus sehingga kami harus menuruni kali woro menyusuri jalan yang hanya bisa dilalui kendaraan roda dua. Sesampainya di dasar kali woro kami masih harus pelan-pelan menyusuri jalan setapak karena gundukan pasir dan bebatuan yang berada di kali Woro bisa membahayakan keselamatan kami. Setelah melewati kali woro kami langsung meneruskan perjalanan melewati Taman Nasional Deles Indah hingga kami berhenti disebuah rumah di daerah Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang, Klaten, Ketika itu saya pikir kami sudah sampai di desa Girpasang. Ternyata disana kami hanya menitipkan sepeda motor di salah satu rumah warga karena untuk menuju desa Girpasang tidak ada akses untuk kendaraan. Untuk menuju desa tersebut kami harus berjalan melewati jurang menyusuri jalan setapak yang berliku yang menambah keindahan desa tersebut. Di sela perjalanan kami berpapasan dengan beberapa ibu-ibu yang memikul rumput yang di taruh di atas kepalanya. “Sungguh wanita yang hebat..!!!” untuk berjalan menuju Girpasang mungkin dibutuhkan waktu 15-20 menit bagi mereka. Tapi tentu tidak bagi kami, kami menghabiskan waktu lebih dari itu karena kami harus sering beristirahat dan terlalu sering mengabadikan moment tersebut dengan kamera foto. Sesampai di Girpasang keringat yang bercucuran membasahi baju kami, Dan ternyata benar apa mereka ceritakan, hal ini benar-benar di luar dugaanku sebelumnya. Pemandangan yang begitu mengagumkan, suasana yang begitu tenang dan membawa kedamaian cukup untuk menghilangkan rasa capek setelah melewati jurang. Desa Gir Pasang terletak di kelurahan Tegalmulyo, kecamatan Kemalang, kabupaten Klaten dan kurang lebih 4 km dari puncak merapi. Desa ini diapit oleh dua jurang yang dalam, Kondisi Geografis yang seperti ini menjadikan Dusun GirPasang cukup terisolasi. Sesampainya disana kami langsung disambut dengan keramahan penduduk setempat. Kami langsung menuju salah satu rumah yaitu rumah milik sesepuh desa sebut saja Mbah Padmo, namun sayang saat itu kami tidak bertemu dengan beliau, kami hanya bertemu dengan anak perempuan mbah Padmo yaitu mbak Parti dan cucu dari mbah padmo yang berumur 3 tahun yang sangat menggemaskan bernama Panji. Niat awal kedatangan kami adalah hanya sekedar untuk bersilaturahmi dan menanyakan beberapa hal yang terkait dengan desa Girpasang kepada Mbak Parmi, beruntung kami saat itu bersama mas Pram karena hanya dia yang lancar berbahasa jawa “kromo alus”. Disana hanya terdapat 32 penduduk terdiri dari 10 kepala keluarga dan 7 Rumah. Desa GirPasang diapit oleh dua jurang, pantas saja desa tersebut diberi nama Gir pasang, berawal dari nama Gligir Pasang, Gligir yang berarti pinggiran/ pinggir jurang dan Pasang yang berati sepasang jadi Gir Pasang adalah desa yag terletak ditengah-tengah jurang yang sepasang. Disana juga terdapat beberapa hal yang unik. Disana tidak ada makanan instan seperti mie instan, makanan ringan maupun biskuit dan sebagainya seperti yang kami bawa saat itu. Sebenarnya kami ingin berbagi dengan anak-anak kecil disana, namun hal itu dilarang karena apabila kita memberikan makanan instan, hal itu akan menjadi kebiasaan bagi mereka, dan ketika anak-anak ingin menginginkan makanan itu lagi, tentunya hal itu akan menyusahkan kedua orang tua mereka, karena jauh dari warung.

Karena waktu sudah sore, kami segera undur diri dan berpamitan kepada mbak Parti untuk meneruskan perjalanan pulang. Beruntung baterai kamera masih tersisa, sehingga kami tak menyia-nyiakan sedikitpun kesempatan untuk mengabadikan pengalaman kami dengan berfoto-foto di Gir Pasang. Hari itu adalah kesempatan dan pengalaman yang pertama kali bagiku untuk mengunjungi desa Gir Pasang ,yang tentunya memberikan sejuta kenangan yang tak akan terlupakan.
Semenjak kedatanganku pertama kali di Gir Pasang aku sedikit berbagi cerita dengan keluargaku, tak terkecuali teman-teman kampusku. Hingga pada akhirnya ketika dikampus Ibu Mami Hajaroh seorang dosen yang mengampu mata kuliah Dasar-dasar penelitian memberikan tugas kepada kami mengenai RRA ( Rapid Rural Appraisal). RRA sendiri berarti kegiatan mempelajari keadaan pedesaan secara berulang, intensif, eksporatif dan cepat yang dilakukan oleh kelompok kecil antar-disiplin, yang menggunakan sejumlah metode, alat, tekhnik yang dipilh secara khusus, “yah intinya seperti itulah memang agak ribet juga”. Waktu itu aku sekelompok dengan Rini, Dewi, Pipit, dan Ismi. Ada beberapa tempat yang akan menjadi tujuan RRA kami antara lain rekomendasi dari mbk Dewi didaerah Ketep di Magelang, usulan dari Rini adalah Shelter daerah Cangkringan, Sleman dan yang terakhir adalah Gir Pasang, akhirnya melalui beberapa pertimbangan Gir Pasang menjadi tujuan RRA kami.


Untuk melakukan penelitian di Gir pasang kami membutuhkan waktu 2 hari, hari pertama aku meminta bantuan kepada mas Arya dan Mbak Rini untuk mengantarkan Kami menuju Gir Pasang. Kami melewati jalur selatan atau lewat daerah Manisrenggo, Klaten meskipun lebih jauh namun apa boleh buat karena mengingat sebagian besar dari kami adalah perempuan dan aku tidak akan mengulangi kejadian terpeleset untuk yang kedua kalinya ketika di kali woro. Sesampai disana apa yang teman-teman ku katakan ternyata gag jauh beda dengan apa yang aku katakan ketika pertama kalinya aku ke Gir Pasang. Saat itu hanya satu dari temanku yang membawa kamera dan “Surprissse sekali “ baterai kamera melemah. Meskipun dengan baterai yang seadanya kami tetap foto-foto beruntung ada mas Arya juru cameramen Lajur Merapi yang berbaik hati dan bersedia memfotokan kami. Sesampai di Gir Pasang kami langsung menuju rumah mbah Padmo namun sayang kami tak bertemu dengan beliau kami hanya bertemu dengan mbak Parti dan tentu saja dengan panji, ponakan mbak Parti. Panji terlihat senang ketika kami datang mungkin karena banyak teman, dia termasuk anak yang berani tanpa rasa malu dia langsung mendekati kami dan mengajak kami bermain.Bersama mbak Parti dan Pak RT ada banyak hal yang kami tanyakan mengenai Gir pasang antara lain tentang pendidikan, agama, sosial ekonomi, budaya dan lain-lain. Selain ramah warga desa Gir Pasang juga terlihat sangat terbuka. Sungguh menakjubkan ditengah hingar-bingar arus globalisasi dan modernitas saat ini, warga Gir pasang justru lebih memeilih untuk bertahan dengan kemurnian, keserdehanaan dan keasliaan.
Banyak Hal yang kami dapatkan dengan tugas penelitian RRA kali, kami lebih bisa bersyukur atas apa yang telah Dia berikan kepada kami, setidaknya kami lebih beruntung dari mereka...yaah pengalaman kami kali ini merupakan pengalaman yang tak akan terlupakan, banyak pelajaran dan nilai-nilai kehidupan yang kami dapatkan melalui penelitian ini.
Saat itu adalah hari ke empat aku mengunjungi desa Girpasang. Aku bersama teman-teman dari karang taruna, Lajur merapi dan teman-teman dari RYM (REVIVE YOUTH MOVEMENT) FOR HUMANITY yaitu mas Vey dan mas Yusuf. Tujuan kami datang ke Gir pasang adalah ingin membantu RYM untuk membangun sebuah perpustakaan disana. Kali ini kami membawa beberapa buku bacaan dan alat tulis. Tapi sayang sesampai disana tak ada satupun anak kecil yang kami temui karena pada saat itu bukan hari libur padahal kami ingin belajar dan bermain bersama mereka. Meski sedikit kecewa karena tidak bertemu dengan anak-anak tapi tak apalah karena kami masih bisa bertemu mbah Padmo untuk menyerahkan sedikit bantuan yang tak sebanding dengan apa yang pernah kami dapatkan dari mereka.
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, jarum jam sudah menunjukkan pukul 16:30wib. Kamipun segera berpamitan kepada mbah padmo, mbah padmo sendiri berharap kami bisa menginap disana, tawaran yang sangat menyenangkan, namun apa boleh buat kami tidak membawa perlengkapan apapun, kami juga belum minta izin pada orang tua kami, kami berjanji suatu saat nanti kami akan menyempatkan waktu untuk menginap disana, dan sepertinya mbah padmo setuju akan hal itu, Kesimpulannya, perjalanan kali ini sangat sangat mengesankan. terima kasih Gir Pasang engkau memberikan pelajaran bagi kami tentang apa itu hidup, pengorbanan dan perjuangan. (NOV/LJ) (EDITOR=RD/LJ)

0 komentar:

Posting Komentar

Saran dan kritik merupakan dorongan bagi kami untuk selalu berupaya ada. Silahkan berkomentar, jangan lupa kasih nama dan alamat, hanya yang meninggalkan identitaslah kami akan merespon.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost