Jumat, 06 Januari 2012

Sejarah Desa Sengi

Desa Sengi Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang awalnya merupakan sebuah hutan di lereng Gunung Merapi. Tahun 1618 seorang pemuda bernama Cokro (selanjutnya diberi tambahan Joyo Prihatin, sehingga nama lengkapnya Cokro Joyo Prihatin) menyadap pohon aren (nderes) sebagai bahan pembuat gula aren di hutan tersebut. Pada tengah hari, setelah berhasil memanjat beberapa pohon aren, ia istirahat. Karena capek sampai tertidur. Saat lelap tidur, ia dibangunkan oleh seseorang yang berpakaian serba putih, yang belakangan ternyata orang itu adalah Sunan Kalijaga. Dalam pertemuan di hutan tersebut Sunan Kalijaga mengambil sebatang ranting/ tongkat dan menancapkan di tanah. Sunan Kalijaga berpesan agar Cokro Joyo Prihatin menjaga tongkat itu. Setelah menancapkan tongkat, Sunan Kalijaga pergi dan berpesan sebelum ia kembali, Cokro Joyo Prihatin supaya tetap menjaga tongkat tersebut.

Hari demi hari Cokro Joyo Prihatin menjaga tongkat itu dengan tetap memeganginya. Rasa lapar dan haus, kedinginan dan bahkan kehujanan tidak menyurutkannya untuk tetap menjaga tongkat iu. Semua itu dilakukan karena ia sudah menyatakan sanggup menjalankan pesan Sunan Kalijaga. Meskipun sangat berat, ia bertekad tetap bertahan (dalam bahasa Jawa dikenal dengan kata prihatin). Karena itulah kemudian ia diberi tambahan nama prihatin, sedangkan joyo dalam bahasa Jawa bisa diartikan sebagai kuat, unggul atau menang. Jadi tambahan nama Joyo Prihatin ini karena ia kuat menahan sakit dan segala kesulitan.

Sementara itu sanak keluarga Cokro Joyo Prihatin kebingungan karena sudah berhari-hari ia tidak pulang. Kemudian diputuskan bersama-sama mencarinya di hutan. Tetap saja tidak menemukan Cokro Joyo Prihatin. Ada seorang yang mengusulkan supaya hutan dibakar dengan maksud Cokro Joyo keluar dari hutan. Sesaat kemudian hutan terbakar, pohon-pohon tumbang menjadi arang, rata dengan tanah. Tampaklah Cokro Joyo Prihatin berdiri dengan tetap memegang tongkat. Setelah didekati, tampak tubuhnya terbakar (gosong, geseng). Maka Cokro Joyo Prihatin juga dikenal dengan nama Kyai Geseng. Selanjutnya bekas hutan yang terbakar ditempati warga yang kemudian dikenal dengan nama Sengi, mengadopsi dari kata geseng (Kyai Geseng).

Adapun Kepala Desa yang pernah menjabat :
Kepala Desa I
Mbah Manten dari Dusun Sengi
Tidak dapat ditemukan catatan atau referensi lainnya tentang masa pemerintahannya, kondisi desa saat ia menjabat dsb.

Kepala Desa II
Jaswandi dari Dusun Candi Pos
Tidak dapat ditemukan catatan atau referensi lainnya tentang masa pemerintahannya, kondisi desa saat ia menjabat dsb.

Kepala Desa III
Mbah Asmo dari Dusun Ngampel
Memeritah Desa Sengi tahun 1898 s/d tahun 1944 (46 tahun). Masa penjajahan Belanda dan Jepang. Waktu itu masa yang sangat sulit, terutama dalam hal pangan. Kegiatan warga hampir 100% untuk mencari makan. Dan itu tidak menjamin seiap hari bisa makan (nasi jagung). Beberapa harus terbiasa 3 (tiga) hari sekali makan nasi jagung. Untuk mengganjal perut, warga makan ubi, gembili, singkong, berut, lendro, bahkan ada yang terpaksa harus makan batang/bonggol pisang. Oleh karenanya pemerintahan desa tidak efektif dan kurang ada kemajuan yang berarti.

Kepala Desa IV
Margono Prawiro Atmojo dari Dusun Ngampel
Putra bungsu Mbah Asmo (Kepala Desa III) ini memimpin Desa Sengi selama 42 tahun, yaitu mulai tahun 1944 s.d. 1986. Saat menjadi kepala desa usianya masih sangat muda, 18 tahun. Seiring dengan perubahan kondisi nasional setelah kemerdekaan, Desa Sengi juga mengalami beberapa perkembangan, terutama bidang pangan. Pada masa pemerintahannya beberapa bendung dan saluran irigasi dibangun sehingga banyak lahan tandus/kering bisa ditanami padi. Diperkirakan lebih dari separuh warga sudah mulai tercukupi kebutuhan pangannya. Didirikan juga 2 (dua) Sekolah Dasar/Sekolah Rakyat di dua dusun yaitu Dusun Candi Pos dan Dusun Gowok Pos. Pemerintahan Desa sudah mulai berjalan menuju efektif dengan adanya kepala dusun (bayan) di setiap dusun, carik (sekretaris desa) dan pembantu kepala desa yang lain. Beberapa keluarga bisa/mampu memperkokoh bahkan membangun rumah permanen.

Kepala Desa V
Soebandi dari Dusun Ngampel
Soebandi adalah putra Margono Prawiro Atmojo. Sebelumnya menjabat carik (sekretaris desa) saat ayahnya menjabat kepala desa. Pada pemerintahannya mencoba berusaha meneruskan kebijakan dan model kepemimpinan ayahnya. Tetapi tidak terlau banyak kemajuan yang dicapai. Bahkan dengan semakin terbukanya peluang masyarakat dalam beberapa akses, Soebandi nampak kurang siap. Apalagi setelah angin reformasi mulai sayup-sayup terhembus. Masyarakat cenderung menginginkan beberapa perubahan pada segala bidang, terutama transparansi dan partisipasi. Hal ini kurang bisa `dikelola` dengan cantik oleh Soebandi sehingga tingkat kepercayaan masyarakat menurun. Ini ditandai dengan tidak terpilihnya kembali saat ia mencalonkan lagi menjadi kepala desa Sengi.

Kepala Desa VI
Yanso, S.Ag. dari Dusun Sengi
Terpilih sebagai kepala desa tahun tahun 1999. ...... Dengan tumbangnya rezim Orde Baru dengan digantikan Rezim Reformasi, ada beberapa perubahan yang dituntut oleh masyarakat.

Oleh: Wancuks
Editor: Ements

0 komentar:

Posting Komentar

Saran dan kritik merupakan dorongan bagi kami untuk selalu berupaya ada. Silahkan berkomentar, jangan lupa kasih nama dan alamat, hanya yang meninggalkan identitaslah kami akan merespon.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost